Menjelang Kematian, Pahamkanlah Umur Anda di Dunia Ada Batasnya
ekasetiawatii.blogspot.comFirman Allah SWT:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ
ٱلْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”. (QS. Al Ankabuut:57)
“Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”. (QS. Al Ankabuut:57)
Kesunyian malam ini benar-benar mencekam. Hembusan hawa
dinginnya bagaikan dinginnya hujan es yang jatuh dari langit. Senandung udara
malam dirasakan sangat menusuk tulang seorang
pengembara dari negeri syam. Ingin sekali ia merintih, tetapi malam ini
begitu sunyi. Tidak ada sanak ataupun saudara di sekelilingnya, bahkan seekor
binatang malampun tidak terdengar lololangannya. Kemana lagi ia merintih
dikesendirian malam ini.
Sakit ini sudah lama sekali dirasakannya. Tetapi malam ini
rasanya tidak seperti biasanya. Sakitnya dirasakan semakin parah. Kemudian si
pengembara itu melantunkan sebuah syair dikeheningan malam itu, “ Manusia
tidak lebih dari seonggok daging. mati, tidak bernyawa, dan dapat membusuk.
Hanya karena kehendak Allah-lah ia bisa hidup dan berjalan dimuka bumi ini.
Tetapi kebanyakan manusia tidak sadar akan dirinya sendiri, manusia berjalan
dengan sombongnya dimuka bumi ini, ia berbuat kerusakan, ia berbuat aniaya, dan
ia tetap tidak sadar siapakah dirinya itu. Tidakkah ia ingat bahwa dia
sebenarnya hanyalah seonggok daging yang dapat membusuk ?. Yang tidak mempunyai
arti apa-apa didunia ini. Manusia itu baru akan sadar jika ia sudah berada
ditempat yang jauh dari sanak-saudara, jauh dari teman, jauh dari peradaban
manusia. Disuatu tempat yang sepi, hanya terdapat dia yang sedang sekarat dan
Penciptanya, lalu ia menyongsong maut dengan kesunyian yang mencekam … Aduhai,
betapa menyesalnya aku ……”.
Setelah melantunkan syair itu, sipengembara lalu pingsan,
pingsan dalam keadaan hampir mati. Beberapa saat kemudian diantara sadar dan
tidak, dengan derita sakaratul maut yang berat, datanglah sekelompok setan yang
datang menyerupai manusia. Setan itu berkata, “Wahai manusia, berbahagialah
engkau dihari ini, aku membawakanmu hidangan yang lezat dan minuman yang sangat
segar yang dapat menghilangkan rasa sakitmu. Karena itu ikutlah kamu denganku
…..”.
Setan itu terus saja melantunkan lagu-lagu dengan lembutnya,
hingga dirasakan sangat mempengaruhi jiwa sang pengembara. Dilihatnya setan itu
dengan membawa air yang sangat menyejukkan dan makanan yang sangat enak, ingin
sekali ia meraihnya dan ingin sekali ia memakannya.
Disaat-saat yang mencekam ini, datanglah gurunya yang telah
lama tiada. Dengan berjubah putih-putih, gurunya itu datang kehadapannya dengan
senyuman yang menyejukkan, “Wahai muridku, tidakkah engkau ingat dengan
ajaranku. Disaat-saat sakaratul maut yang sangat berat, jangan sekali-kali
engkau memilih untuk menyenangkan nafsumu saja. Janganlah engkau memilih
memakan makanan yang diberikan setan itu dan janganlah pula engkau meminumnya,
walaupun engkau sangat membutuhkannya. Tidakkah engkau ingat dengan puasa yang
sering engkau lakukan …, tidakkah engkau ingat dengan kepayahanmu tiap malam untuk
mengerjakan sholat tahajjud …, dan tidakkah engkau ingat bahwa Neraka itu
dikelilingi dengan segala sesuatu yang menyenangkan nafsu ?. Apakah disaat
engkau akan menjemput ajal, engkau melupakan segalanya ?. Ingatlah, setan-setan
itu tidak akan pernah suka, seorang manusia mati dengan mendapat keridloan dari
Allah SWT. Ingatlah pula, segala kenikmatan yang dipamerkan menjelang ajal
adalah dari setan. Jika engkau meminum minuman itu dan memakan makanannya, maka
berarti engkau akan menjadi pengikutnya, dan akan mendiami Neraka bersamanya.
Ingatlah muridku, janganlah engkau hapus amal ibadahmu disaat-saat engkau
sangat membutuhkan pertolongaNya, janganlah engkau terperdaya oleh setan yang
sesat lagi menyesatkan. Hati-hatilah engkau dengan musuhmu yang telah nyata ”.
Sang pengembara menjadi ragu-ragu. Disaat-saat yang
dirasakannya sangat berat, ia merasa sangat dahaga, yang belum pernah ia
merasakan sedahaga ini. Tenggorokannya dirasakan sangat kering, kering yang
sangat membutuhkan kesejukan. Dan kesejukan itu sudah berada dihadapannya.
Tetapi mengapa gurunya melarangnya untuk mengambil kesejukan itu ?. Hatinya
sangat bimbang, dan seluruh tubuhnya dirasakan sangat sakit.
Di saat-saat seperti ini ia ingat akan dosa-dosanya yang
menumpuk tidak karuan. Banyak sekali manusia yang ia zholimi dan ia juga
teringat akan dosa-dosanya terhadap Penciptanya yang telah memberikan banyak
rizki kepadanya. Ia merasa sangat takut. Takut sekali, tidak pernah ia merasa
setakut ini. Tetapi tiba-tiba ia teringat akan silaturahim yang ia lakukan. Ia
bersilaturrahim dengan semua orang yang ia zholimi dan meminta maaf terhadap
semua kesalahannya. Hal ini sedikit menenangkan hatinya.
Sang pengembara menangis tersedu-sedu, jika mengingat semua
dosa yang dilakukannya selama ia hidup didunia ini. Ia merasa malu sekali,
sebagai seorang hamba yang telah diberiNya banyak kenikmatan, tetapi ia malah
seringkali mengingkarinya. Ia merasa sangat bersalah terhadap Penciptanya. Dan
ia sangat takut jika Allah murka kepadanya.
Bibirnya yang terasa sangat kelu dipaksakannya untuk
mengucapkan permohonan ampunan terhadap Penciptanya yang Maha Pengampun.
Kalimat-kalimat istighfar diucapkannya dengan sungguh-sungguh, dengan
meneteskan air mata. Ia sangat berharap agar Allah sudi mengampuni segala
dosa-dosa yang telah ia lakukan.
Rindunya terhadap Allah yang telah mengaugerahinya banyak
kenikmatan mulai tumbuh. Ia rindu sekali untuk segera bertemu denganNya. Rahmat
dan keridloanNya amat dibutuhkan disaat-saat sekarang ini. Hatinya menjerit,
“Ya Allah ampunilah aku dan jemputlah aku dengan keridloanMu. Ya Allah, hanya
Engkaulah Tuhanku, Tolonglah aku disaat-saat seperti ini dan jangan tinggalkan
aku ditengah-tengah kesusahan ini …………..”.
Lalu Malaikat Maut mendatanginya dengan muka yang sangat
menyeramkan, dari jurusan mulutnya untuk mengambil nyawanya. Tetapi ketika
nyawa sang pengembara itu akan dicabut, dilihatnya dari mulutnya terdapat
bekas-bekas dzikir yang sering diucapkannya ketika masih hidup. Kemudian
Malaikat maut berpindah ke jurusan telinganya, dan ketika nyawanya akan
dicabut, dilihatnya bekas-bekas pendengaran yang sering digunakan untuk
mendengarkan ayat suci Al Qur’an. Malaikat itu tidak jadi mencabut nyawanya dan
kembali ke langit melaporkan kejadian itu.
Kemudian Allah memerintahkan Malaikat maut untuk kembali
mengambil nyawa sang pengembara itu, dengan rahmat dan keridloanNya. Dengan
rahmat Allah, Malaikat maut itu mencabut nyawa sang pengembara dengan
lembutnya, dengan mendatangkan kebahagian dan senyuman sang pengembara yang
tubuhnya telah kaku menjadi mayat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar